MAKALAH
(PENINGGALAN
BERSEJARAH DILOMBOK)
DISUSUN
OLEH :
Semester II
Angkatan
tahun 2012/2013
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM (UMM)
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
2012/
2013
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kita panjatkan kehadiran allah SWT sang penguasa Alam yang maha
pengasih dan maha penyayang shalawat serta salam senantiasa terrarah kepada
nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan perbuatan karya ilmiah
dengan judul “peninggalan sejarah
dilombok” Pembuatan karya ilmiah ini dimaksudkan sepenuhnya untuk pembaca,
Dalam penyusunan makalah ini terdapat kesulitan dan hambatan meski kami pernah
langsung turun kelapangan untuk mencari informasi menurut kami info tidak cukup
untuk mengisi / berusaha
menyempurnakan karya ilmiah yang
kami buat ini jadi kami juga mengambil sebagian data dari berbagai refrensi dan
berkat bantuan dari berbagai pihak alhamdulilah akhirnya karya ilmiah ini dapat
diselesaikan
Kami
menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna,oleh karna itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun kearah perbaikan
dikemudian hari.kami berharap semoga hasil karya ilmiah kami ini bisa
bermanfaat bagi pembaca dan rekan-rekan semua,akhir kata semoga allah SWT
selalu memberikan yang terbaik bagi kita
semua.
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar
belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan
masalah .................................................................................. 1
1.3 Tujuan
penulisan ................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASA .......................................................................................... 2
2.1 Masjid
Pujut .......................................................................................... 3
2.2 Masjid
Bayan beleq ............................................................................... 4
2.3 Taman
Narmada .................................................................................... 4
2.4 Pure
Meru Cakranegara ......................................................................... 4
2.5 Makam
Selaparang ................................................................................ 4
2.6 Makam
seriwa ....................................................................................... 4
BAB
III PENUTUP ............................................................................................... 4
3.1 Kesimpulan
........................................................................................... 4
3.2 Saran
..................................................................................................... 4
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dari
berbagai situs yang kami temui teryata banyak yang kurang terawat apa karna
kurang diperhatikan oleh pemerintah atau mungkin karna kurangnya parawisatawan
yang datang apa lagi situs yang dominan besarnya makam tergolong tempat yang
sedikit sekali mendatangkan parawisatawan dari mancanegara, Kita bandingkan
dengan tempat bersejarah yang ada dipulau jawa sangat berbeda sekali dengan
yang ada dilombok umumnya NTB,kondisi ini
Diwilayah
Lombok,Propinsi Nusa Tenggara Barat secara kasat mata cukup banyak objek-objek
peningalan sejarah yang bagi masyarakat
pendukungnya sangat popular tetapi belum dikenal secara luas,karna kegiatan
penelitian yang pernah dilakukan masih sangat terbatas.disisi lain,publikasi
diperlukan dalam rangka pengenalan situs terhadap dunia dan menyalurkan hasrat
tubuhnya “ rasa kebersamaan atau keberakaran pada kebudayaan daerah” dalam
konteks kebudayaan nasional
1.2
Rumusan
masalah
Berdasarkan
judul dan latar belakang karya ilmiah
ini maka yang jadi rumusan masalahnya adalah :
·
Pengenalan berbagai peninggalan sejarah?
·
Pengenalan penyebaran agama dll.?
1.3 Tujuan penulisan
Kami
bertujuan untuk membagi ilmu yang kami dapatkan saat kami melakukan penelitian
sehingga ilmu yang kami dapat tidak berhenti dikami melainkan bisa
disebarluaskan kepada rekan –rekan pembaca,Kami juga ingin mengenalkan sebagian
situs yang ada dipulau Lombok,sesungguhnya banyak sekali bangunan-bangunan
peninggalan sejarah dan purbakala.
Pengungkapan
secara lebih luas diharapkan dapat mengugah minat generasi muda untuk mengkaji
secara lebih mendalam tentang warisan budaya nenek moyangnya,khususnya yang ada
dilombok,disisi lain karya ilmiah ini juga untuk dijadikan sebagai suatu bentuk
dokumentasi kami anak sejarah hususnya angkatan tahun 2011/muhamaddyah mataram.
BAB II
PENBAHASAN
2.1 Masjid Pujut
a. Lokasi
Bangunan kuna ini terletak di puncak
sebuah puncak sebuah bukit. Oleh maysarakat setempat bukit itu di sebut Gunung Pujut terletak di
Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, lebih kurang 6 km dari
Mataram ibukota NTB kea rah selatan,Puncak bukit itu merupakan suatu dtaran
yang tidak seberapa luas, tempat bangunan masjid itu berada.
Posisi bangunan berada pada ketinggian
lebih kurang 200 meter diatas permukaan laut.Dari pasar Sengkol berjarak lebih
kurang 500 meter. Untuk menjangkaunya, kenadaraan hanya dapat sampai di kaki
bukit . Selanjutnya, dicapai dengan berjalan kaki mendaki melalui jalan setapak
sepanjang lebih kurang 100 meter.
b. Data
Fisik Bangunan
Masjid gunung pujut berukuran 8,6 m x
8,6, ( Sasak : Putaran ) terbuat dari tanah ,dindingnya terbuat dari bambu (
bedek ) , atapanya terbuat dari alang-alang .Tiang penyangga utama ( saka guru )ada empat buah
,didukung tiang keliling sebanyak 28 buah , yang sekaligus berfungsi sebagai
tempat menempelnya dinding (“ bedeq bambu”)
c. Tinjauan
Sejarah dan Arkeologis
Mendirikan bangunan yang bernilai sacral
di atas bukit merupakan tradisi zaman prasejarah (trdisi megalit), yang kemudian pada zaman
hindu dan islam.
Di Gunung Pujut , masih satu kompleks
dengan bangunan maesjid tersebut terdapat pemujaan yang di sebut Pedewa . Bangunan- bangunan mesjid
pedewa digunakan oleh satu kelompok masyarakat yang sama , yaitu penganut
ajaran “ Waktu Telu”.
Upacara-upacara yang berkaitan dengan
pemujaan roh nenek moyang , seperti “ nyelamat desa” dan “nyaur sesangi” ,
bertempat di pedewa di pimpin oleh Pemangkuh. Di dalam kelompok penganut
ajaran” Waktu Telu” dipercaya mampu bertindak sebagai medium yang menghubungkan
manusia dengan roh nenek moyang, sekali gus memimpin upacara yang berkenaan
dengan hal itu .Lafal-lafal kalimat mentera yang di ucapkan pemangku , kecuali
menyebut roh nenek moyang yang di minta pertolongan, justru menyebut nama
dewa-dewa yang di kenal dalam agama
Hindu, yaitu Batara Wisnu. Dan Batara Guru.
Upacara yang berhubungan dengan agama
islam bertempat di masjid, dipimpin oleh Kiayi .Oleh karena itu, dilihat dari
sudut pandang ajarannya, jelaslah bahwa “Waktu Teluh” tidak lain adalah
perpaduan atantara system kerpercyaan animism, Hindu dan “islam”
Adanya
sinkretisme akan tampak juga jika dihubungkan dengan ceritera tradisi msyarakat
Pujut tentang asal usul neneng moyangnya. Desa Pujut yang dikatakan berasal
dari Majapahit ,bernama Mas Muliah .Klungkung Bali. Mas Muliah kawin dengan
puteri Dewa Agung Putu
yang bernama Dewi Mas Ayu Supraba. Dari Bali, Mas Muliah disertai
keluarga ( bhs. Sasak: kuren), berangkat menuju Lombok dan menetap di Pujut. Mereka inilah yang kemudian menjadi cikal bakal
penduduk asli desa pujut sekarang.
Masjid
Pujut adalah protipe kuno di Lombok . Bentuk masjid seperrti ini berasal dari
msa awal berkembanganya agama islam di lombok, diperkirakan awal ke-17 Masehi.
d. Status
Masjid kuna gunung pujut ditinjau dari
usia maupun latar sejarah keberadaannya termasuk “ benda cagar budaya”
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun Benda Cagar Budaya.
Kompleks bangunan masjid termasuk “
Pedewa “, pada lalu merupakan sarana
kegiatan ritual bagi penganut ajaran “ Waktu Telu” . Eksistensi “Waktu Telu” itu sendiri secara formal sudah tidak ada oleh , oleh karena itu
aktivitas ritualnya kini sudah tidak ada lagi. Ketika dilakukan pendataan oleh
kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Nusa Tenggara Barat ,dalam hal ini Bidang Permuseuman , Sejarah da Kepurbakalaan ( 1976
) ,bangunan masjid kuna dan “Padewasemu” dalam keadaan sudah difungsikan semula
.Dengan demikian, masjid Gunung Pujut berikut situsnya dapat digolongkan
sebagai “dead monument” ( monument mati ).
e. Pemugaran
Masjid Gunung Pujut berikut Pedewa dan
situsnya telah dipugar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui proyek
Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Nusa Tenggara
Barat tahun anggaran 1980/1981 dan 1981/ 1982. Pemugarannya dilaksanakan
secara swakelolah oleh Bidang
Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Propinsi Nusa Tenggara
Barat. Sedangkan Teknis Arkeologi dari Pusat. Biaya pemugaran Rp 9995.000,00
( Sembilan juta Sembilan ratus Sembilan pulih lima ribu rupiah ).
Pemugaran masjid ini sejauh mungkin diusahakan
sesuai dengan aslinya, sesuai dengan yang berlaku untuk pemugaran bangunan
peninggalan sejarah dan purbakala. Pondasi maupun pagar yang semula menggunakan
perekat tanah , dalam pemugaran digunaka bahan perekat semen (“ Portland
cement”) dengan tujuan agar memiliki daya tahan lebih lama . Juga dibuatkan
pagar kawat berduri sepanjang 304 meter, dan pintu masuk tiga buah.
Karena atap masjid terbuat dari
alang-alang , daya tahannya relatif pendek, maka pada tahun 1997 dilakukan rehabilitasi dengan dukungan dana rutin Kantor Suaka
Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Propinsi Bali – NTB- NTT- Timtim, sebesar Rp 4.995 .000,00 ( Emapat juta
Sembilan ratus Sembilan puluh lima ribu rupiah).
2.2 Masjid Bayan Beleq
a. Lokasi
Bangunan masjid kuno Bayan Beleq
terletak di desa Bayan kecamatan Bayan,Kabupaten Lombok Barat.Dinamakan
demikaina sesuatu dengan lokasi keberadaannya,yaitu dusunBayan
Beleq(bahasa Sasak beleq=besar).Secara
geografisnya,desa Bayan terletak pada 8 15 LS dan 116 26 BT,dengan ketinggian
278 meterdi atas permukaan laut.
Lokasi jalan bangunan masjid kuno ini
tepat di tepi jalan raya.lingkar utara pulau Lombok,mudah di jangkau dengan
segala jenis kendaraan Dari kota Mataram ,Ibu Kota Propinsi Nusa Tenggara
Barat,berjarak 80 km.Kendaraan angkutan umum dari Mataram Jurusab Bayan cukup
banyak sehingga mempermudah bagi siapa saja yang hendak berkunjung ke
Bayan.Bayan adalah kota kecamatan yang terletak ujung utara pulau Lombok.
b. Kondisi
Lingkungan
Desa Bayan dengan luas wilaya 8.700 ha merupakan daerah
perbukitan dengan latar kaki Rinjani di sebelah selatan.
Alam di sekitar desa berupa lahan persawahan,lading
atau tegelan,dan hutan tutupan di bagian selatan.Tanah di sekitar wilaya desa
pada dasarnya subur,namun karena jangkuan irigasi teknis yang belum
merata,sebagian dari wilaya desa ini pada musim kemarau tampak kering.
Kondisi dalam yang membelakangi gunung
dengan hutan lindungnya,menghadap ke laut lepas,serta di dukung adanya sumber
air yang relative memadai merupakan gambaran wilayah yang ideal untuk
dikembangkan oleh karena itu Bayan pun terbesar di pulau Lombok bagian
utara,dan sudah di kenal dunia luar sejak benberapa abad yang lalu.
Bentuk
Bangunan dan Ragam Hias
A.
Masjid
Masjid
Bayan Beleq terletak di atas sebidang tanah dengan topografi yang tidak
rata,Bangun intinya,terletak pada bagian permukaan tanah yang paling tinggi .Di
dekatnya terdapat beberapa buah makam.Menurut riwayat,yang dinamakan di situ
adalah para tokoh penyebar ajaran agama Islam di Bayan.
Penjelasan
tentang bentuk,luas bangunan,dan hal-hal yang menjad
ciri
khusus dari Masjid Bayan Beleq ini ialah;
1.
Bentuk denah bangunan masjid bujur
sangkar, panjang sisinya 8,90m.Tiang utamanya(saka guru)ada empat buah,terbuat
dari kayu nangka,berbentuk bulat(selinder)dengan garis tengah 23 cm,tinggi
4,60m.Keempat tiang itu berasal dari empat desa(dusun), yaitu;
a)
Tiang sebelah tenggara,dari desa Segang
Sembilok,
b)
Tiang sebelah timur laut,dari desa
Tereng
c)
Tiang sebelah barat laut,dari desa
Senaru,dan
Menurut
keterangan para pemangkuh Adat,tiang utama ini perlukkan bagi pemangku masjid
yaitu;
a.
Tiang sebelah tenggara untuk Khatib
b.
Tiang sebelah timur laut untuk Lebai
c.
Tiang sebelah barat laut untuk Mangkau
Bayan Timur
d.
Tiang sebelah barat daya untuk penghulu.
2.
Tiang keliling berjumlah 28
buah,termasuk dua buah tiang mihrab.Tinggi tiang keliling rata-rata 1,25m,dan
tiang mihrab 80 cm.Tiang-tiang ini selain berfungsi sebagai tempat menempelkan
dinding terbuat dari bambu yang di sebelah dengan cara di tumbuk,disebut “pagar
rancak’’.Khusus dinding bagian mihrab terbuat dari papan kayu suren.berjumlah
18 bilah.Perbedaan bahan dinding ini bermakna simbolis.bahwa tempat kedudu ”imam’’
(pemimpim) tidak sama dengan “makmum” (pengikut atau rakyat). Berbeda tempat
kedudukan, tetapi nyambung. Tidak terpisahkan.
3.
Atap berbentuk tumpang, terbuat dari
bamboo (disebut ”santek”) Pada bagian puncaknya terdapat hiasan ”mahkota”.
4.
Memperhatikan ukuran denah,tinggi tiang
utama dan tiang-tiang keli;ling,kita dapat membayangkan bentuk bangunan
itu.Ukuran tinggi dinding bangunan yang hanya 125 cm.jauh di bawah ukuran
tinggi rata-rata manusia normal.Dengan demikain,setiap orang yang hendak masuk
ke dalam bangunan ini(masjid)tidak munkin berjalan dengan langkah tegap.tetap
harus menunduk.Hal ini pun mengandung makna perlambang.
5.
Pada bagian”blandar”atas terdapat sebuah
“jait”yaitu tempat untuk menaruh hiasan-hiasan terbuat dari kayu berbentuk ikan
dan burung.Ikanialah binatang air,melambangkan dunia bawah maksudnya kehidupan
duniawi.Sedangkan buruing sebagai binatang yang terbang di udara,melambangkan
dunia”atasa”maksudnya kehidupan di alam sesudah mati(akhirat).Makna perlambang
yang ada di balaik itu ialah,manusia hendaknya selalu menjaga keseimbangan
antara tujuan hidup di dunia dan akhirat.
6.
Pmada bgian atas mimbar ,terdapat hiasan
bagian berbentuk naga.Pada bagian “ badab naga” terdapat hiasan ( gamabar) tiga
buah bintang, masing- masing 12,8 dan 7. Hiasan ini melambangkan jumlah
bilangan bulan (12), windu (8) , dan banyaknya hari (7). Disamping itu terdpat
juga hiasan berbetuk pohon , ayam ,telur dan rusa. Didalam seni rupa Islam pada umunya, hamper tidak pernah di temukan
motif atau ragam hias makhluk hidup yang di gamabarkan sejara jelas . Adanya
ragam hias dengan makhluk hidup pada
mimbar masjid di Bayan Beleq menunjukkan
betapa kuatnya pengaru tradisi pra Islam
masih mewarnainya.
B.
Makam
Dismping
bangunan masjid, di kompleks ini juga di jumpai 6 buah makam yang di beri cukup
sederhana. Makam-makam di keramatkan
oleh penduduk setempat karena ketokohan dari orang yang di makamkanya . Ke enam
buah makamitu ialah :
1) Makam
plawangan
Terletak
di sebelah selatan masjid. Berukuran
3,60 m x 2,70 m. Yang di makamkan di sini ialah orang Bayan asli yang pertaman kali islam.
2) Makam
karang sala
Terletak
di sebelah timur laut masjid , berukuran 3,80 m x 2,60 m
3) Makam Anyar
Terletak
di sebelah selatan masjid berukuran 7,60
m x 6.
4) Makam
Reak
Terletak
di seelah selatan masjid, berukuran 8,40 m x 62. Yang di makamkan di sini ialah
orang yang pertama menyebarkan agam Islam di Bayan
5) Makam
Titi Mas Penghulu terletak di sebelah utara masjid , berukuran 3, 9 m x 2,6
makam tokoh menyebar agama Islam yang
kemudian
6) Makam
Sesait
Terletak di sebelah utara masjid, beruikuran 10, 20 mx
3,8.
Tinjaun Historis Arkologis
Munkin
sekali ajaran agama Islam masuk di pulau Lombok awal abad ke-16.Di lihat dari
bunyi “dua kalimat shadat” nya, piqih,suluk,dn lontar yang menjadi pedoman
memeluk agama Islam (pada masa awal) di Lombok, jelas bahwa agama Islam datang
di pulau Lombok dari Pulau Jawa.
Setelah
raja Lombok (yang berkedudukan di Teluk Lombok) menerima Islam sebagai agama
kerajaan, dari Lombok agama islam di kembangkan keseluruh wilaya tetangga,
Pejanggik, Parwah, Sarwadadi, Bayan. Sotong, dan Sasak (sejarah Dalam NTB, Depdipgup,1988
hal.76).
Sunan
Pengging, pengikut Sunan Kalijaga, datang di Lombok tahun 1640 untuk
menyebarkan agama Islam(Sufi).Ia kawin dengan putrid dari kerajaan Parwa
sehingga menimbulkan kekecewaan raja.Selanjutnya,raja Gowa menduduki Lombok
pada tahun 1640 sampai pengging,yang terkenal juga dengan nama Pangeran Mangkubumi datang ke Bayan.Di
Bayan ia mengembangkan ajarannya,yang kelak menjadi pusat kekuatan suatu aliran
yang di sebut’’Waktu Telu’’(sejarah dalam NTB Depdigdup,hal.79-80).
Bagi
masyarakat pulau Lombok pada umumnya,Bayan di kenal sebagai sebuah ‘’desa
tua’’dalam arti kebudayaannya.Nama Bayan identik dengan desa tradisioanal,adat
istiadat,dan norma-norma budaya lama
yang masih mewarnai pola hidup pola kehidupan masyarakatnya.
Masjid
kuno Bayan Beleq adalah peninggalan terpenting dan terbesar yang dapat di
jadikan sebagai bukti dan bahan kajian tentang masa awal berkembangnya agama
Islam di Pulau Lombok pada masa umumnya,dan bayan khususnya.
Bila
kita perhatikan bentuk,ukuran,dan gaya arsitekturnya,terdapat persamaan yang
sangat mendasar dengan bangunan-bangunan masjid kuno yang terdapat di Rembitan
dan Gunung Pujut,Kabupaten Lombok Tengah.Petrsamaan ini dapat menjadi bahwa ke
tiga masjid bangunan itu berasal dari periode yang sama.
Bentuk
dasar bangunan bujur sangkar,konstruksi atap tumpang dengan hiasan punjkak
berupa mahkota yang merupakan cirri khas dari bangunan masjid periode awal
berkembangnya agama Islam di Indonesia.Peta bangunan berada di tempat yang relative tinggi,tata
letaknya berdampingan dengan makam tokoh-tokoh penyebaran di Bayan.Kesemuanya
itu menunjukkan adanya kesamaan konseksi pemikiran masyarakat pendukung
kebudayaan itu(Islam di Bayan)deangan masyarakat pra Islam.Sikap konsisten
masyarakat Bayan yang selalu berusaha untuk tidak mwengubah bentuk maupun bahan
bangunan yang di gunakan(dengan alasan kepercayaan)menunjukkan bahwa intensitas
pengaruh kebudayaan lama pada masyarakat Bayan.
Sebagaimana
di tuturkan oleh Pemangku Adat Bayan,bahwa bahan atap bangunan masjid harus di ambil dari tempat
khususnya di desa Senari.Bila atapnya hancur atau rusak perbaikannya harus pada
tahun Alif yang datangnya sewindu(8 tahun sekali).Pembebanan biayanya pun
secara tradisional telah terbagi ke pada masyarakat desa di sekitarnya yaitu:
a) Atap
sebelah utara, desa Anyar
b) Atap
sebel;ah timur,desa Lolowan
c) Atap
sebelah selatan,desa Bayan
d) Atap
sebelah barat desa Sukanada.
Pelaksanaanperbaikan secara gotong royopng,di pimpin
oleh para Pemangku Adatnya.
Tinjaun
Aspek Sosial Budaya Masyarakat Bayan
Masyarakat
tradisional Bayan,pada masa lalu di kenal penganut agama Isalam’’Waktu
Telu’’.Walaupunkebaradaan ajaran secara formal sudah tidak ada lagi,upaca minta
hujan,dan sebagian
Dalam
berbagai aspek,penaganut kepercayaan ‘’Islam Waktu Telu’’ di Bayan memiliki
pandangan yang’’serba tiga’’misalnya:
a)
Dalam kehidupan bermasyarakat,sumber
hokum yang di anutnya terbentuk atas tiga prinsip,yaitu:agama,adat dan
pemerintahan.
b)
system organisasi kemnasyarakatan,masyarakat
Bayan mengenal lembaga,yaitu:
1. Pemangku
Adat,yang menjadi pimpinan tertinggi di desa,biasa dijabat secara turun
temurun.
2. Pembantu
Pemangku,bertindak menangani urusan pemerintah.
3. Penghulu
di jabat oleh Kiyai,bertugas menangani urusan agamaan.
Dalam penuturan para Pemangku Adat diperpoleh
keterangan bilanagan tiga merupakan pencerminan dari pemahaman terhadap asal
usul kejadian manusia,Manusia ;lahir diatas dunia atas kehendak Tuhan dengan
perantara ayah dan ibu.Inti ajaran’’Telu Waktu’’merupakan pengejawantahan
ajaran budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari.
Ajaran’’Isalam’’nya tampak pada adanaya sejumlah
perintah dan larangan,seperti:
·
tidak boleh melwan orang tua
·
harus menghormati saudara tua
·
tidak boleh bertengkar
·
tidak boleh membunuh
Bagikelompok masyarakat ini,yang
terpenting adalah sikapnya di dunia.Manusiaharus berbuat baikterhadap
sesamanya.Perkara pelaksanaan syariat agama (fiqih),cukup me;laksanakan yang
menonjol(pokok-pokok)saja,misalnya menyelenggarakan upacara peringatan Maulid
Nabi Muhammad S.A.W.,shalat hari rayaIidul Fitri)dan(Idul Adha),atau ‘’ngaji
makam’’pada tahun Alip.
Dari urain-uraian tersebutkita
mendapatkan gambaran tentang rekontruksi kondisi sosial budaya’’masyarakat
tradisipoanal Bayan,sebagai masyarakat pendukung keberadaan bangunan cagar
budaya masjid Bayan Beleq.
Status
Bangunan masjid kuno Bayan Beleq
merupakan bangunan yang bernilai sejarah dan kepurbakalaan,berasal dari masa
awal berkembangnya agama Islam di Lombok.Ajran(Islam)yang berlaku bagi kelompok
masyarakat pengguna bangunan masjid kuno ini di kenal dengan nama’’Waktu
Telu’’.Keberadaan kelompok masyarakat itu
secara forma;l terhapus sejak tahumn 1960,pada masa penumpasan sisa-sisa
G 80 S/PKI.Kondisi yang terjadi pada waktu itu .masyarakat beramai-ramai
meninggalakan berbagai bentuk kepercayaan yang di nilai tidak sesuai dengan
ajaran agama yang secara resmi di akui oleh pemerintah.Dengan demikian,praktis
banguanan masjid kuno Bayan Beleq di tyinggalkan oleh masyarakat
pendukungfnya.Jadilah bangunan tersebut sebuah’’momen hati’’atau’’dead
monument’’.
Upaya Pelestariannya
Sebagai sebuah’’monumen
mati’’kondisi keterawatan bangunan Masjid Bayan Beleq menjadi tidak
terurus.Sebagai bangunan bernilai sejarah dan kepurbakalaan,upaya
pelestariannya menjadi tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Oleh
karna itu pada tahun 1991/1992 dilakukan studi kelayakan untuk pemugaran dan
kemudian pada tahun anggaran 1993/1994 di pugar oleh Dipdiks dengan biaya
sebesar Rp 104.500,00(seratus empat juta lima ratus ribu rupiah).
Kini, bangunan itu telah berdiri
tegak kembali,disertai dengan penataan lingkungannya.sehingga secara teknis
memungkinkan untuk di manfaatkan sebagai objek wisata alam yang ada di wilaya
yang ada di wilaya Kecamatan Bayan.
2.3 Taman Narmada
1. Lokasi
Taman ini terletak di desa lembuak,
kecamatan narmada kabupaten daerah tingkat II Lombok barat. Berjarak lebih
kurang 12 km dari pusat kota mataram . Ibu kota profinsi nusa tenggara barat ,
terletak pada ketinggian lebih kurang 127 meter diatas permukaan laut. Kompleks
taman ini berada ditepi jalan raya yang menghubungkan kota mataram dengan
kota-kota yang lain dipulau Lombok bagian timur. Dari mataram lebih kurang 11
km.
2. Ukuran
dan Luas
Secara garis besar. Kompleks taman
narmada dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
a.
Kelompok bangunan yang bersifat sacral
(disucikan), yakni kelompok bangunan yang ada disebelah timur, berupa kelompok
bangunan pura (pura kelasa) dan kelebutan (tempat air “air awet muda”)
b. Kelompok
bangunan yang bersifata profan. Berada dibagian barat, yaitu bale mukedas atau bale agung, Bale
terang, Bale Loji, dan Bale Tajuk yang kini telah tiada (disebelah barat/atas
telaga Ageng.
Kedua
kelompok bangunan itu menyatu menjadi satu kompleks taman. Secara keseluruhan
disebut dengan nama Taman Narmada. Luas taman keseluruhan 60.250 meter persegi
, sedangkan lua bangunanya yang ada berjumlah 1.249 meter persegi
3. Fungsi
Keberadaan
taman narmada sering di kaitkan dengan Anak Agung Gede Nurah karangasam dari
dinasti kerajaan karangasem sewaktu berkuasa di Lombok. Fungsi utama taman ini
ialah sebagai tempat peristirahatan dan pemujaan , karna di dalemnya terdapat
bangunan pura.
Taman narmada juga di kenal dengan nama
‘’ Istana musim keramat’’. Sebab jika musim kemarau tiba. Istana raja yang di
sebut ‘’ puri ukir kawi’’ di cakranegara di tinggalkan oleh raja untuk
beristirahat taman narmada
Taman narmada termasuk salah satu objek
benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang No 5 tahun 199
tentang benda cagar budaya. Oleh karna itu pemanfaatanya haru sesuai dengan
ktentuan-ketentuan yang tercantum di dalam undang2 tersebut . Fungsi taman
narmada pada masa sekarang, bagian kelompok bangunan sakral tetap di manfaatkan
sebagai sarana kegiatan ritual keagamaan (Hindu), sedangkan kelompok bangunan
profane atau bagian taman pada umunya dimanfaatkan sebagai sarana
rekreasi.
4. Status
Kompleks taman narmada secara
keseluruhan merupakan peninggalan dari kerajaan karangasem sasak (di Lombok)
atau yang kemudian berganti nama menjadi Cakranegara
Kompleks bangunan yang bersifat profane,
fungsinya
sebagai’’taman raja’’. Kelompok bangunan tersebut tidak di fungsikan
lagi bersama dengan berakhirnya kekuasaan kerajaan Cakranegara (1894) saat
masuknya kukuasaan colonial bekanda. Kelompok bangunan ini dapat di katagorikan
sebagai ‘’dead monument’’ maksudnya sudah tidak dimanfaatkan sebagaimana
fungsinya semula. Kelompok bangunan yang bersifat sakrar, hingga kini masih di
gunakan sebagai tempat sarana kegiatan ritual keagamaan (Hindu), oleh karna itu
kelompok bangunan sacral ini tergolong ‘’living monument’’ atau monument ‘’
yang masih hidup’’, artinya masih dimanfaatkan sebagaimana fungsinya semula
Didalam kompleks taman
ini terdapat dua kelompok bangunan yang berbeda sifatnya . Oleh karna itu
pengolahanya pun di lalkukan oleh dua lembaga yaitu:
a) Bangunan
bangunan yang di gunakan sebagai sarana kegiatan ritual keagamaan (hindu) di
kekola oleh kerama pura
b) Kelompok
bangunan yang bersifat profane di mamfaatkan sebagai sarana rekreasi /objek
wisata dan dikelola oleh pemerintah daerah Ttk. II kabupaten Lombok barat
KernaTaman narmada merupakan peninggalan sejarah dan
purbakala, juga sebagai benda cagar budaya , maka hal hal yang bersifat
kesejahtraan dan kepurbakalaan di tangani oleh departemen pendidikan dan
kebudayaan.Dalam hal ini kantor wilayah depdikbub profinsi nusa tenggara barat.
Latar Belakang Sejarah
Sebagaimana selah disebutkan pada
bagian awal tulisan ini, taman narmada merupakan peninggalan kerajaan
karangasem sasak (di Lombok) atau cakranegara
Taman Narmada merupakan salah satu
di antara peninggalan raja raja Bali di Lombok,
secara fisik termasuk yang terbesar dan paling indah . Melhat kenyataan
ini dapatlah di perkarakan bahwa pelaksanaan pembangunan taman narmada
memerlukan biaya yang tidak sedikit waktu yang lama.Hal demikian tidak mungkin
dilaksanakan apabila kondisi perekonomian dan stabilitas suatu Negara belum
mantab. Oleh karna itu hampir dapat dipastikan bahwa pembangunan taman narmada
terjadi setelah seluruh ‘’ KERAJAAN Bali’’ di Lombok dapat dipersatukan Menurut
penilitian Van der Kraan, krajaan mataram baru mencapai kecemerlangannya
setelah kemenanganya terhadap karangasem (Lombok) pada tahun 1838. Oleh karna
itu tim penyusun Masterpang pemugaran Taman Narmada (Depdikbud, 1982/1983).
Berkesimpulan bahwa pembangunan taman narmada baru terjadi setelah tahun 1838
dan sebelum tahun 1894, sebagai tahun berakhirnya kekuasan mataram yang pada
waktu itu berpusat di Cakranegara.
Dari sumber lisan diperoleh keterangan bahwa taman
narmada dibuat sebagai tiruan dana segara anak di gunung rinjani. Maksudnya
sebagai tempat upacara pakelem setiap tahun yang dipimpin langsung oleh raja.
Upacara pekelem atau upacara meras adalah upacara
yang dilaksanakan sekali setahun di danau segara anak. Puncak dari acara ini
adalah membuang atau melabuh benda-benda terbuat dari emas berbentu ikan,
udang, kepiting, dan penyu yang bertulisan huruf-huruf magma ke dalam danau,
tujuan upacara ini ialah memohon kepada dewa agar melimpahkan kebahagaian dan
kesejahteraan kepada rakyat setempat raja yang sedang berkuasa memrintah, serta
kekuasaan raja yang sedang memerintah kekal.
Ketika raja telah lanjut usia,
secara fisik sudah tidak kuat lagi
memimpin secara langsung upacara, pakelem di gunung rinjani maka
dibuatlah duplikat telaga segara anak di taman narmada kemudian upacara meras
danoe dialihkan ke taman narmada. Namun demikin acara labuhannya sendiri tetap
dilaksanakan di danau segara anak gunung rinjanin oleh pendeta dan para
pembantunya.
Sember lisan tersebut bila
dikaitkan dengan fakta sejarah bahwa kerajaan mataram baru benar-benar menjadi
satu-satunya, kerajaan bali yang terkuat dilombok pada tahun 1839, dan anak
agung gede ngurah karang asam sebagai putra mahkota pewaris tahta kerajaan mataram baru menggatikan ayahnya yang tewas
dalam peperangan melawan singasari atau karang asam sasak (1838/1839), akan m
emperkuat dugaan bahwa taman narmada dibangun sesudah tahun 1839.
Tidak atau belum dijumpainya data
otentik tentang kapan dibangunnya taman narmada ini menyebabkan munculnya
pendapat untuk mendapatkan jawaban yang tepat dan akurat tentang kapan
sesungguhnya taman narmada itu di bangun, diperlukan penelitian yang lebih
mendalam.
Usaha-usaha
pemugarannya
Setelah surutnya kekuasaan mataram
dan berkuasanya belanda di Lombok, taman narmada tidak lagi berfungsi sebagai
tempat peristirahatan raja atau anak agung, sehingga kurang terpelihara.
Lebih-lebih setelah penyerahan
kedaulatan setatusnya kurang jelas secara berangsur-angsur fungsi taman ini
berubah menjadi taman rekreasi dalam arti terbuka untuk umum. Oleh karena itu
dapat di mengertikan apabila ada usaha-usaha pemugaran atau perbaikan yang
dilakukan pada waktu itu tidak kita ketahui. Adanya pemugaran-pemugaran itu
atau perbaikan, dapat berarti terjadinya perubahan-perubahan.
Bila kita bandingkan peta situasi
yang dibuat oleh P de Roo de la Faille tahun 1899 dengan peta yang dibuat oleh
departemen pekerjaan umum setelah masa kemerdekaan dengan peta sekarang, dapat
dipastikan bahwa taman narmada telah mengalami pemugaran atau perbaikan atau
sejalan dengan berkembangnya fungsi taman itu sendiri. Sebagai contoh, pada
peta tahun 1899 tidak ada pintu penghubung (masuk) dari halaman paserean
kekolam padawangai seperti pada peta tahun 50-an maupun keadaan sekarang.
Dahulu, untuk menuju kekolam padawangai harus melalui halaman jabal kab, lewat
pintu timur, atau lewat pintu halaman gencingah disampin itu pada peta situasi
tahun 1899 pintu masuk pura, sesuai dengan arah hadap kelima bangunan pelinggih
(meru) di halaman jeroan. Kemungkinan besar, gapura padukarsa (pintu masuk)
yang disebabkan barat kemudian demikian juga halnya dengan kolom kecil yang
terletak diantara kolom padawangai dengan telaga ageng yang terdapat pada peta
dibuat tahun 50-an sekarang sudah menjadi kolam renag (kolam duyung). Tidak
lain merupakan perluasan dari pancuran yang khusus untuk mandi raja atau anak
agung pada peta. Tahun 1899, ditempat itu tidak terdapat kolam melainkan sebuah
bangunan bangsal di kanan kiri pintu padukarsa.
Hampir dapat dipastikan, perluasan
pancuran raja menjadi kolam kecil lengkap dengan kamar ganti pakaiannya terjadi
setelah jatuhnya mataram ketangan belanda. Dugaan ini didasarkan pada
interpretasi bahwa jika raja akan menjalankan upacara persembahyangan dipura
dihalaman bencingah dari sini menuruni tangan atau undak-undak menuju ke
palataran, lalu masuk lewat pintu padukarsa kekompleks bangunan pancuran raja.
Kemudian keluar dari pintu belakang, menaiki tangga tahun (undak-undak) yang
menuju pura. Jadi jelas bahwa pada zaman hindia belanda telah terjadi perubahan
dari bentuk aslinya meskipun tidak separuh keadaannya sekarang namun kapan
perubahan itu dilakukan dijumpai catatan resmi.
Berdasarkan data yang ada, telah
terjadi beberapa kali pemugaran atau usaha perbaikan kompleks taman narmada,
antara lain:
Tahun 1926:
1. Pembanguan
cangkup submber air kolam padwangai atau yang sekarang lebih dikenal dengan
nama air awet muda.
2. Pemugaran
telaga ageng atau telaga segara anak.
Tahun 1967-1968
1. Pembongkaran
gapura/pintu masuk sebelah utara (menghadap kejalan raya). Kemudian ditempat
yang sama dibangun gapura berbentuk “candi bentar”
2. Merendahkan
tembok pemisah antaran halaman jabalkab dan halaman mukedes dibelakang bangunan
loji.
3. Pembongaran
sisi tembok barat halaman mukedes, dan pembangunan depura bentar di sebelah
barat bangunan loji.
4. Pembongkaran
kolam kecil lengkap dengan kamar ganti pakaian, dan sebuah pintu padukarsa. Di
tempar yang sama kemudian di bangun kolam renang lengap dengan dua bangunan
ganti pakaian dan sebuah bangunan rumah makan.
5. Pemasangan
atau penambahan pot rancuran di tengah kolam padwangai. Serta perbaiakan kegil
lainya.
Tahun 1969
: memperluas/
dan memperbesar bule pewedaan di dalam pura
Tahun1972-1973
1. Membongkar
dan merendahkan tembok sebelah barat halaman jabalkab
2. Menjebol
tembok dan membuat pintu dan sudut tenggara halaman jabalkab.
3. Membangun
cungkup sumber air disebelah timur pancuranatau sebelah timur kolam renang
Tahun 1976-1977
1. Membongkar
tembok pemisah antara halaman mukedas
dan halaman pasarean
2. Pembongkaran
dinding ruangan bangunan loji di halaman paserean disertai dengan pegantian 12
tiang utamanya, lantai ubin, dan sebainya
3. Pemugaran
bale terang berupa penggantian dan
pengecetan.
4. Pemugaran
‘’candi bentar’’ yang menghadirkan barat di halaman pura
Tahun 1978.
1. Pemasangan
atap bangunan ‘’pancuran siwak’’ disebelah selatan kolam renang
2. Pembongkaran
‘’bale tajuk’’ di halaman bencingah, kemudian membangun sebuah rumah
tinggal(ramah peristirahatan).
3. Pembangunan
rumah makan (lembur kuring pada bagian sudut barat daya halaman petendakan)
4. Pembangunan(
ruang diskotik) dihalamaan pawargaan
Dari keterangan tersebut jelas bahwa telah terjadi
perubahan yang demikian besar terhadap pembangunan yang ada di taman narmada.
Sebagian bangunan peninggalan sejarah dan purbakala seharusnya setiap
pelaksanaan pemugaran atau perbaikan dilakukan sesuai dengan disiplin ilmu
kepurbakalaan, yaitu di ikuti dengan dekumentasi yang lengkap sehingga
perkembangan perubahan itu dan menjadi bahan kajian tersendiri bagi generasi
sesudahnya. Hal inilah yang tidak dilakukan oleh pihak yang melakukan ‘’
pemugaran’’ taman narmada pada waktu itu . oleh karna itu ketika department
pendidikan dan kebudayaan sebagai intansi teknis yang bertugas memelihara dan
melestarikan bangunan peninggalan sejarah dan purbakala dalam arti mengembalikan’’
taman narmada’’ sesuai dengan aslinya terbentuk pada ketiadaan data pendukung.
Akhirnya pengertian ‘’ sesuai dengan aslinya’’ pun bergeser pada ‘’asli’’
menurut keadaan sekitar desawarsa 1970 –an.
Pemugaran
taman narmada oleh departemen pendidikan dan kebudayaan dimulai pada tahun
anggaran 1980/1981 dengan dana proyek pemugaraan dan pemeliharaan peninggalan
sejarah dan purbakala nusa tenggara barat menhabiskan. Rp 259.378.010,00(dua
ratus lima piuluh Sembilan juta tiga ratus tujuh puluh delapan ribu sepuluh
rupiah ). Dilakukan secara bertahap, selesai pada tahun 1987/1988. Upacara
peresmian purna pugar dan penyerahan kembali kepada pemerintah. Daerah tinkat I
nusa tenggara barat dilakukan pada tanggal 27 februari 1988. Hadir pada waktu
itu direkrut jendraal kebudayaan, Drs. GBPH Poeger.
Pengelolaan dan pemanfaatanya
Kompleks taman narmanda yang di
dalamnya terdapat dua kelompok bangunan dengan fungsi dan sifatnya yang berbeda
merupakan salah satu dari beberapa peninggalan sejarah dan purbakala dari massa
kerajaan bali di Lombok. Tidak berlebihan bila seseorang pejabat di lingkunan
direktorat jendral kebudayaan, Drs. Hadi. Mulyano, pada saat pembasaan ‘’masterplan’’ pemugaran taman
narmada (1982) mengatakan bahwa taman narmda merupakan taman peninggalan
sejarah dan purbakala yang tirindah di seluruh Indonesia.
Sebagian peninggalan sejarah dan
purbakala, keberadaan taman narmada di lindungi oleh undang- undang Nomor 5
tahun 1992 tentang benda cagar budaya dan peraturan pemerintah republic
Indonesia Nomor 10 tahun 1993 tentang pelaksanaan undang-undang Nomor 5 Tahun
1992. Oleh karna itu sedikitnya ada tiga pihak yang berkepentingan terhadap
keberadaan taman ini :
1. Pemerintah
daerah tingkat I nusa tenggara barat
2. Departemen
pendidikan dan kebudayaan, sebagai intansi teknis yang menangani benda cagar
budaya
3. Pemeluk
agama hindu dharma. Dalam hal ini karma pura setempat.
Sehuhungan dengan hal tersebut maka
pengelolaan taman narmada perlu perlu ditangani secara arif dan bijaksana untuk
mengadapi timbulnya’’ konflik kepentingan’’ yang merugikan kelestarian objek
sendiri.
Kini taman narmada dimanfaatkan
sebagai salah satu objek wisata andalan bagi pemerintah Daerah Kabupaten Dati
II Lombok Barat khususnya di nusa tenggara barat umumnya.
2.4.Pure Meru Cakranegara
1. Lokasi
Terletak
di wilayah cakranegara timur, kecamatan cakranegara, kotamadya mataram.
Letaknya bersebrangan jalan dengan kompleks taman mayura, karena antara
keduanya merupakan satu kesatuan di dalam konsepsi tata letak pusat pemerintahan kerajaan kerajaan cakranegara
pada waktu itu. Pura meru terletak di sebelah jalan sedangkan taman mayura di
sebalah utara jalan. Antara keduanya mempunyai keterkaitan fungsi serta
hubungan historis. Dari mataram hanya 2 km.
2. Ukuran
dan luas
Kelompok
bangunan ini terletak pada satu lokasi yang di kelilingi pagar. Terdiri atas empat
bagian, yaitu :
a)
Halaman jero pura/jeroan, di sebut juga
utama mandala.
Berukuran 42,50 m x 42,50 m. didalamnya terletak
bangunan inti pura berupa bangunan-bangunan yang bersifat sacral dalam bentuk
meru.
Bangunan-bangunan terbentuk ppadmasari, bale (balai),
dan dsanggar-sanggar kecil sebanyak 29 buah. Tiga buah bangunan berbentuk meru
berderet utara selata. Yang berbeda dan tertinggi berada di tengah, beratap
ijik, bersusun sebelas.
Tinggi bangunan 18,26 m, ukuran dasar 5 m x 5m.
kedua bangunan meru yang di sampingnya sama besar, beratap genting, bersusun
Sembilan. Tinggi bangunan 15 m, ukuran dasar 4,3 m x 4,3 m.
Catatan :
Pada saat dibangun
perma kali,ketiga meru itu beratap ijuk.ketika dilakukanpemugaran pada
masa penjajahan belanda,kedua meru yang bersusun sembilan atapnya diganti dengan genting.
Bagian ini
dikelilingipagar yang tingginya 3-4 meter,tebal lebih kurang 80 cm,terbuat dari
bata merah (bata gosok,tanpa
diplester).pintu utama terletak pada sisi barat (tengah) disebut kori agung.
Disudut utara dan selatan juga terdapat pintu dengan
ukuran lebih kecil.pintu-pintu ini menghubungkan halaman Jero Pura dengan halaman Jaba Tengah.Pada sisi
(dinding)sebelah selatan juga terdapat sebuah pintu keluar(pintu samping).
b)
Halaman Jaba Tengah atau Madya Mandala
Berukuran 42,50 m x 42,50 m.Di sebelah timur,dikanan
kiri Kori Agung terdapat dua buah bangunan berbentuk ‘’panggungan’’.disebut
Bale Gong.Bentuk dan ukuran keduanya sama,ditempatkan secara simetris.Luas
masing-masing 47,04 meter persegi,beratap
seng,yinggi lebih kirang 4 m.
Lokasi ini berfungsisebagai tempat orang
memepersiapkan sajen dan segala sesuatu yang berhungan dengan upacara.Bale Gong
juga berfungsi sebagai tempat gamelan yang digunakan dalam rangka upacra.
Pada dinding sebelah barat terdapat tiga buah pintu yang letaknya
sejajar dengan pintu-pintu yang menuju halaman
Jeroan.Pintu utamanya berada ditengah ,dengan ukuran yang lebih besar.
c)
Halaman Jaba Pesan dan Nista Mandala
Pada dinding
sebelah utara terdapat sebuah pintu masuk,bukan pintu utama tetapi justru pintu
ini yang lebih banyak digunakan oleh
pengunjung sehari-hari.
d)
Halaman Jabaan
Halaman ini terletak dibagian paling luar (ujung
barat).pintu utama masuk pura terletak pada sisi utara bagian ini,berbentuk
gapura”candi bentar”.Pada bagian halaman ini permukaan tanah lebih rendah.lebih
kurang 90 cm dari pada bagian halaman pura yang lain.
Antara halaman Jaba Pesan dengan jabaan tidak
terdapat pagar/dinding pembatas, sehingga ke duannya terkesan menjadi satu
halaman dengan panjang 70 m, lebar 42,50 m.
Di sudut barat laut halaman ini terdapat sebuah
halaman kecil dengan lantai yang di tinggikan, tempat “kulkul” (kentongan) , di
sebut “balai kulkul”. Kulkul ini berfungsi sebagai alat komunikasi, un tuk
memanggil orang agar berkumpul.
3.
Fingsi
Pure meru
berfungsi sebagai tempat persembahyangan bagi pemeluk agama hindu dharma. Di
samping sebagai sarana kegiatan ritual keagamaan bila kita kaji latar belakang dibangunnya
pura ini, secara politis berfungsi sebagai sarana pemersatu bagi orang-orang
balli yang ada di Lombok, terutama dalam hal menjalankan agama yang di anutnya.
Karena pada waktu itu di Lombok terdapat beberapa buah kerajaan kecil dari
orang-orang bali.
Sekali dalam
setahun diadakan upacara pujawali atau usadha, yaitu upacara besar pada bulan
purnama bulan ke-4 menurut perhitungan kalender bali, biasanya jatuh pada bulan
September-oktober tarkh masehi. Pada hari itu semua banjar atau kampung
sebanyak 29 kampung membawa alat dari pura pemaksanya masing-masing, dating
dari pure meru melaukan upacara pujawali dan menghias sanggar masing-masing.
Untuk meru yang tiga buah itu, sajen di buat oleh panitia pura (dahulu di
laksanakan oleh istana) . upacara pujawali dimulai biasanya pada sekitar pukul
16:00. Pagi harinya kira-kira pukul 10:00, semua alat upacara dan pikulannya
(disebut “jempana”) harus di bersihkan
secara simbolis dengan upacara, hal ini di sebut “nyuciang” atau “melelasti” .
upacara pembersihan ini dilakukan di pancuran air yang terletak di pura
kelepug, taman mayura. Di sini tampak jelas keterkaitan fungsi antara pura meru
dan taman mayura. Pada sore harinya, barulah di adakan upacara persembahyangan pujawali di pura meru di cakranegara. Sesudah
selesai upacara pujawali yang secara keseluruhan memerlukan waktu tiga hari
maka segala alat sanggah itu di bawa ke kampong, kepemaksan masing-masing.
4.
Status
Di tinjau dari
segi usia maupun atar belakang keberadaannya,
pura meru di cakranegara ini merupakan “benda cagar budaya” sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang nomor 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya,
pasal 1, ayat (1). Karena disamping factor usianya (diatas lima puluh tahun)
uga memiliki arti penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan ilmu kebudayaan.
Sebagaimana layaknya “benda cagar budaya” yang masih di fungsikan oleh
masyarakat pendukungnya, pemilikan dan pemanfaatannya (dalam arti sesuai
pemanfaatannya semula) ada pada kelompok masyarakat itu sendiri. Pemerintah,
dalam hal ini departemen pendidikan dan kebudayaan hanya memberikan bantuan
teknis tentang perawatan dan pemeliharaan terhadapfisik bangunan dan lingkungannya, sreta upaya-upaya
yang bersifat perlindungan dalam rangka pelestariannya.
5.
Latar belakang sejarah
Menjelang akhir
ke-17 kerajaan yang paling terkemuka di Lombok ialah pejaggik di Lombok tengah,
dan Selaparang di Lombok Timur. Kedua kerajaan itu semula sangat erat
hubungannya karena pertalian keluarga. Namum, dalam perjalanan waktu, konflik
kepentingan antara keduanya pun tak terhindarkan, akibatnya terjadilah
perpecahan. Dalam situasi yang demikian, terbukalah peluang munculnya pihak
ketiga secara lebih leluasa melancarkan aksinya untuk mencapai tuuannya.
Langkah yang di tempuh pun pada dimensi ruang dan waktu yang berbeda akan
mempunyai arti yang b erbeda pula.
Beberapa sumber
menyebutkna bahwa kerajaan gelgel (bali) telah beberapa kali berupaya untuk
melebarkan kekeuasaan politiknya ke Lombok tetapi gagal, sampai pada akhirnya
kedudukan gelgel oleh Karangasem.
Ketika terjadi
konflik di antara para bangsawan sasak (Lombok), patih kerajaan pejanggik
bernama Arya Banjar Getas pergi ke karangasem (bali) untuk minta bantuan.
Kesempatan ini
tidak di sia-siakan oleh karangasem. Peperangan demi peperangan pun
berlangsung, sehingga pada akhirnya pejanggik, selaparang, maupun
kerajaan-kerajaan kecil lainya dapat di taklukan. Penaklukan seluruh Lombok
oleh pasukan gabungan banjar getas dan karangasem selesai pada tahun 1740.
Kemudian pulau Lombok di bagi menjadi dua wilayah kekeuasaan, yaitu bagian
barat menjadi milik karangasem, bagian timur untuk banjar getas.
Orang-orang
di bali di wilayah kekuasaannya mendirikan beberapa buah desa yang merupakan kerajaan-kerajaan kecil,
seperti :
1)
Singasari (karangasem sasak), dengan
rajanya Anak Agung Ngurah Made Karang (1720)
2)
Mataram, rajanya bernama Anak Agung Bagus Jelantik
3)
Pagesangan, rajanya bernama Anak Agung
Nyoman Karang
4)
Pagutan, rajanya bernama Anak Agung
Wayan Sidemen.
5)
Sengkongo, rajanya bernama Anak Agung
Ketut Rai.
Kerajaan-kerajaan
tersebut bergabung berdasarkan asas kekeluargaan untuk mencapai kemakmuran dan
kepentingan bersama. Untuk memperkuat persatuan ini raja singasari mendirikan
pura meru di singasari pada tahun 1744. Di kerajaan-kerajaan kecil itu
singasari menjadi wakil karangasem (bali) si Lombok. Oleh bkarena itu maka
kerajaan singasari juga di namakan karangasem sasak. Karena perebutan pengaruh
dan masing-masing berlomba untuk menjadi yang ter…..” di pulau Lombok, maka
persatuan mereka pun menjadi retak dan pecah menjadi perang saudara. Perang
saudara ini baru beakhir setelah mataram keluar sebagai pemenangnya pada tahun
1839.
6.
Pemugaran
Pure meru di
cakranegara merupakan banguna pura
terbesar di Lombok. Lokasi keberadaannya sangat strategis sehingga pura ini
tampak megah dan anggun. Apalagi di lihat dari dalam kompleks Taman Mayura.
Secara teknis,
bahan bangunan pure initermasuk jenis bahan yang daya tahannya relative
terbatas (bata merah, kayu, ijuk, dsb). Oleh karena itu dalam usianya yang
setua ini wajar bila mengalami pemugaran (baca : perubahan) disna sisni, sesuai
dengan pertimbangan pada waktu itu. Sejauh ini kita belim mendapatkan data
secara rinci tentang pemugaran-pemugaran yang pernah di lakuan.
Departemen
pendidikan dan kebudayaan melalui proyek pelestarian/pemafaatan peninggalan
sejarah dan purbakala Nusa Tenggra Barat tahun anggaran 1990/1991 melakukan
sturi kelayakan untuk rencana pemugaran pura meru ini. Berdasarkan hasil studi
kelayakan inilah Depdkibud kemudian memugar pura tersebut dalam dua tahap,
yaitu tahun 1991/1992 dan 1992/1993, dengan biaya sebesar Rp.154.710.000,00
(seratus lima puluh empat juta tujuh ratus sepuluh ribu rupiah).
2.5.Makam
selaparang
1. Lokasi
Makam ini terletak di kampung peresak, desa
selaparang, kecamatan pringgabaya, kabupaten Lombok Timur. Kira-kira berjarak 4
km di sebelah barat laut ibukota kecamatan pringgabaya.dari mataram, ibukota
propinsi Nusa Tenggara Barat, jaraknya lebih kurang 55 km. dapat di jangkau
dengan segala jenis kendaraan, termasuk kendaraan jenis bus.
2. Status
Makam selaparang termasuk sebuah monumen peninggalan
sejarah dan purbakala yang pada saat di temukan dan di catat sebagai
peninggalan sejarah dan purbakal sudah tidak di gunakan sebagaimana fungsinya
semula, yaitu sebagai tempat pemakaman. Oleh karena itu, makam selapatrang
termasuk dalam klasifikasi “monument mati” atau “dead monument”
Makam selaparang memiliki fungsi social yang cukup
penting sebagai tempat beziara. Makam ini terkenal juga dengan sebutan makam
keramat raja selaparang. Hal ini dapat di lihat dari banyaknya peziarah pada
waktu-waktu tertentu, terutama pada musim menjelang keberangkatan jamaah haji
ke mekkah banyak yang memerlukan berziarah ke makam ini lebih dulu. Tradisi ini
masih berlanut sampai sekarang.
3. Latar sejarah
Selaparang merupakan sebuah “kerajaan” yang sangat di
kenal, baik di Lombok maupun di luar Lombok. Nama selaparang masih “lestari”
sampai sekarang sebagai nama sebuah desa, tempat makam selaparang itu berada.
Masyarakat suku sasak di Lombok pada umumnya percaya
bahwa makam kuna yang ada di selaparang ini adalah tempat pemakaman raja-raja
selaparang (islam).
Selaparang adalah sebuah kerajaan islam tertua di
Lombok. Di desa selaparang ada dua kompleks pemakaman kuna, masing-masing di
kenal dengan sebutan makam keramat selaparang dan makam tanjung. Keduanya di
percaya sebagai makam raja-raja selaparang. Saying sekali kita belum thau
secara pasti siapa nama-nama tokoh yang di makamkan di tempat itu, karena belum
ada sumber-sumber tertulis yang dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.
Melihat bentuk makam dan batu nisannya, mungkin sekali kalau yang di makamkan
itu tokoh-tokoh yang berpengaruh. Mungki dia seorang raja atau tokoh penyiar agama.
Sejak kapan kerajaan selaparang muncul dalam peristiwa
sejarah, belum dapat di tentukan dengan tepat, karena belum ada data yang
lengkap mengenai hal ini. Bahkan, dimana lokasi “istana” kerajaan selaparang
itu sampai sekarang masih belum terjawab.
Nieumenhuizen menduga bahwa persekutuan masyarakat
hukum yang tinggi di Lombok telah ada sejak tahun 1543.Hal ini di dasarkan atas
penelitianya pada sejumlah lontar yang menyebutkan pembagian pulau Lombok
menjadi beberapa daerah kecil yang di perintah oleh seorang ‘’Datu’’,seperti
Sokong ,bayan,selaparan,dan sebagai(Nieuwenhuizen,1932).jika pendapat itu benar
,maka nama selaparang telah muncul pada pertenggahan abad Ke -16.Akan
tetapi,sarjana ini tidak menjelaskan angka tahun tersebut diperolehnya,sehingga
terang saja masih memerlukan penelitian yang lebih mendalam,Kalau di kaitkan
dengan masuknya agama islam di Lombok.
Babad Lombok menyebutkan bahwa ajaran agama islam
masuk ke Lombok di bawa oleh sunan prapen, putra sunan ratu giri bersamaan
waktu dengan pengiriman dato bandan (dato ribandan) kemakasar dan selayara
untuk menyebarkan agama islam. Jika berada dalam babad Lombok itu dapat di
benarkan, H. J. de Graaf berpendapat bahwa peristiwa itu harus terjadi pada
masa pemerintahan sunan Dalem ( 1506-1545 AD) atau pada masa pemerintahan Batu
Renggong dengan kerajaan Gelgel (H. J. de Graaf 1941:355-373:Tawalinuddin Haris
1981,1-23).
Di dalam kompleks makam keramat selaparang ada sebuah
batu nisan yang bertuliskan huruf Arab dan huruf-huruf yang merupakan peralihan
huruf Jawa Kuna ke huruf Bali. Inskripsi ini terdiri atas lima baris, terpahat
dalam bentuk relief timbul, -(sekarang sudah aus rusak) berbunyi :
Baris kesatu :
la ilaha ilallah
Baris kedua :
wa muhammadun rasul
Baris ketiga :
ulla (dan) maesan
Batis keempat :
gagawean
Baris kelima :
para yuga
Menurut W. F. stutterheim, inskripsi tersebut adalah
sebuah cadra sengkala yang bernilai angka tahun 1142 Hijrah atau 1729 Masehi
(W. F. Stutterheim, 1937 : 309 – 310). Angka tahun ini dihubungkan dengan
kematian seorang raja selaparang yang pada enam tahun sebelumnya (1723 M)
beperang mengusir orang-orang Sumbawa dengan bantuan orang-orang Bali yang pada
akhir abad ke-17 berhasil menanamkan kekeuasaannya atas sebagiana pulau Lombok,
tetapi, menurut tradisi, batu nisan yang berangka tahun itu adalah makam Ki
Gading atau penghulu Gading . kalau melihat namanya, tentu bukan nama seorang
raja atau datu. Mungkin, nama seorang penyebar agama atau tokoh yang ada hubungannya
dengan masalah keagamaan. Kalau kita berpegang pada angka tahun tersebut maka
usia peninggalan berupa “makam keramat raja” ini tidaklah terlalu tua,
kira-kira dua atau tiga abad yang lampau. Namun perlu disadari bahwa angka
tahun itu tidak dapat dipakai sebagai dasar penentuan umur kompleks makam
secara keseluruhan. Di dalam sat kompleks pemakaman, sangat mungkin kubu-kubur
yang ada di dalamnya berasal dari masa yang berbeda-beda.
Memperhatikan tipologinya, bagian terbesar batu nisan
yang ada di kompleks pemakan ini mengingatkan kita pada bentuk batu nisan yang
terdapat di Aceh, Banten, Madura, yang berasal dari abag ke 16 dan 17.
Oleh karena itu, dari sudut arkeologi peninggalan
islam, di selaparang ini termasukpeninggalan yang tua, bahkan mugkin sekali
dugaan Nieuwenhuizen tentang munculnya selaparang dan pendapat H. J. de Graaf
tentang masuknya islam di Lombokyang di bawa oleh sunan prapen ada benarnya.
Ada pendapat bahwa sebelum berdirinya kerajaan
selaparang islam telah ada kerajaan selaparang Hindu yang didirikan oleh Ratu
Mas Pahit, salah seorang keturunan Prabu Brawijaya dari Majapahit, kerajaan
inilah yang kemudian di hancurkan oleh pasukan Majapahit di bawah pimpinan
Senapati Nala (Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat, jilid 1:11 - 12).
Akan tetapi,selama bukti-bukti belum ada,maka pendapat
tersebut tetap merupakan dugaan belaka,jauh sebelum berdirinya
Majapahit,mungkin di Lombok telah berkembang kebudayaan Hindu tegasnya sudah
ada penganut agama Hindu Mahayana.Hal ini didasarkan pada temuan empat buah
arca Budha dari perunggu pada tahun 1960 di Lombok Timur ( di Batu
Pandang,kecamatan Pringgabaya,Lombok Timur ).Keempat patung Budha itu sekarang
masih tersimpan di Museum Nasional,Jakarta.Dua diantara keempat patung itu
dikenal sebagai Tara dan Awalokiteswara.Menurut Dr.Soekmono,satu diantaranya
mirip dengan patung Budha di Candi Borobudur ( R.Soekmono,1965 : 44).Akan
tetapi,perlu dipertimbangkan juga kemungkinannya,bahwa keempat patung itu
merupakan barang yang didatangkan dari luar.Kalau demikian halnya,tentu
persoalannya akan menjadi lain.
Di dalam Negarakertagama,pupuh 14,disebutkan bahwa
“Lombok Mirah” dan Sasak menjadi daerah kesatuan Majapahit.Sekalipun para ahli
berbeda pendapat mengenai penafsiran kata “Sasak dan Lombok Mirah” itu,namun
mereka sependapat bahwa lokasinya di Lombok belum dapat dipastikan,apakah pada
watu itu sudah ada kerajaan Selaparang.
Selain dalam sumber-sumber lokal,nama Selaparang
disebutkan pula dalam sumber-sumber Bali,Sumbawa,Makasar,Hikayat Banjar dan sumber Kompeni yang umumnya
berasal dari masa yang kemudian.Bahkan menurut sumber yang terakhir ini,nama
Selaparang sering dikaitkan dengan pulau Lombok yg pada waktu itu diperintah
oleh raja-raja yang beragama Hindu.Mungkin pada permulaannya,Selaparang ini merupakan
“kerajaan” kecil dengan wilayah yang
amat sempit,yakni di Desa Selaparang sekarang dan sekitarnya.Kerajaan-kerajaan
kecil semacam ini banyak jumlahnya dan tersebar di seluruh Lombok.Masing-masing
dikepalai oleh seorang “Datu”.Datu satu ini pada hakekatnyai tidak lebih dari
“kepala suku”,atau seorang ( cikal bakal ) pendiri suatu desa,yang dalam
perkembangan selanjutnya “dipuja” oleh pengikutnya yang dianngap identik dengan
raja.Diantara mereka sering terjadi perselisihan yang sering berakhir dengan suatu
peperangan.
Bagaimana kerajaan Selaparang pada waktu itu tidak
diketahui dengan jelas.Siapa nama rajanya,demikian pula siapa nama-nama tokoh
yang dimakamkan di kompleks pemakaman kuno Selaparang belum jelas.Ada berapa
nama yang disebut dalam tradisi,yaitu Raden Mas Pekel,Raden Dipati
Prakoso,Batara Selaparang,dan sebagainya.Tetapi yang mana makamnya,dan apakah
tokoh-tokoh itu dimakamkan di Selaparang atau ditempat lain,juga belum jelas.
Rupa-rupanya kerajaan Selaparng ini dapat
mengembangkan sayapnya hingga hampir menguasai seluruh Lombok Timur,bahkan
sampai di Sumbawa.Karena menurut berita Makasar,pada abad ke-17 seorang anak
remaja bernama Mas Pamayanmenjadi raja di Sumbawa dilantik pada tanggal 30
November 1648 ( H.J.de Graaf, 1941 : 360 ).Dikatakan pula bahwa Lombok dan
Sumbawaada di bawah kekuasaan seorang
raja yang berkedudukan di Lombok ( Cense, 1928 : 54 ).Sejak kapan
Selaparang dan Sumbawa menjadi kerajaan
belum jelas.Mungkin pada waktu itu telah terjadi ikatan kekeluargaan antara raja Selaparang dan raja
Sumbawa,seperti yang tersebut dalam Hikayat Banjar,bahwa seseorang pangeran
Banjar bernama Raden Subangsa pergi ke Selaparang dan kawin dengan puteri raja
bernama Mas Surabaya.Dari perkawinan itu lahirlah aeorang anak laki-laki
bernama Raden Mataram.Setelah isterinya meninggal,kemudian Raden Subangsa
dikawinkan lagi oleh raja Selaparang dengan anaknya di Sumbawa yang bernama Mas
Penghulu,yang kemudian melahirkan Raden Banten (J.J. Ras ,1968 ).Pada waktu
itu,baik Sumbawa maupun Selaparang ada di bawah kekuasaan Gowa di Sulawesi
Selatan,karena sejak tahun 1625 Sumbawa sudah ditaklukkan Gowa. Sedangkan
Lombok baru ditaklukkan Gowa setelah surutnya kekuasaan Gelgel pada tahun
1640.Setelah jatuhnya Gowa ketangan VOC,serta dengan ditanda tanganinya
perjanjian Bongaya 1667.Berita-berita mengenai Selaparang agak simpang siur
sehingga sulit diikuti.
Dalam perjanjian 1674 antara Sumbawa dan VOC di
Benteng Rotterdam (Makasar) salah seorang di antara utusan raja Sumbawa adalah
seorang “regent” bernama “Nene’ Juoro Saparang. H.J. de Graaf fmenyimpulkan,
pada waktu itu selaparang menjadi vazaal Sumbawa. Hl ini terlihat pula pada
perjanjian yang ditandatangani tanggal 16 maret 1675, antar Sumbawa dan VOC,
yang antar lain di wakili oleh Fransen Holstein. Dalam perjanjian ini, Sumbawa
menyerahkan 16 pika beras kepada VOC yang harus di serahkan oleh Selaparang.
Sumber kompeni menyebutkan, bahwa pada 1680 selaparang di kuasai Sumbawa dengan
bantuan orang0orang makasar yang meninggalkan makasar karena mendapat tekanan
atau tidak senang kepada kompeni (H.J. de Graaf, 1941 : 360-362)
4. Pemugarannya
Makam selaparang atau makam keramat selaparang.
Termasuk makam tanjung, sebagai benda cagar budaya dengan status “dead moment,
telah di pugar oleh departemen pendidikan dan kebudayaan dengan dana proyek
pemugaran peninggalan sejarah dan purbakal Nusa Tenggara Barat dengan tiga
tahap. Pemugaran di mulai pada tahun anggaran 1978/1979 s.d. 1980/1981.
Pelaksanaan pemugaran oleh biang permusiuman, sejarah dengan kepurbakalaan Kantor
Wilayah Departemenpendidikan dan kebudayaan propinsi Nusa Tenggara Barat,
dengan tenaga teknis inti dari pusat.
Pada waktu pemugaran juga dilakukan konservasi
sederhana dalam bentuk pembersihan batu-bat nisan dari berbagai “penyakit”
batu. Di samping itu juga di lakukan penataan lingkungan serta pemugaran dengan
kawat berduri. Juga dilengkapi dengan saran penunjang seperti:
a) Jaringan pipa air untu keperluan
pengunjung maupun pemeliharaan tanaman (tanam)
b) Rumah jaga untuk tempat tinggal juru
pelihara. Dalam hal ni Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menempatkan seorang
juru pelihara yang berstatus Pegawai Negri Sipil (PNS). Juru pelihara pertama
dengan status PNS di makam Selaparang adalah Sdr. Lalu Nurjani.
Catatan penting :
Pada waktu penataan
lingkungan dan pemugaran, ada beberapa makam “non arkelogis” yang letaknya
sangat dekat dengan situs, pada bagian tenggara kompleks makam. Untuk keperluan
pengamanan situs selanjutnya, dan juga untuk keserasian dengan lingkungan
secara keseluruhan, maka itu kmudian “dimasukkan” ke dalam lingkungan situs
yang berada di dalam pagar. Hal ini sesuai dengan hasil permufakatan dengan
pihakpihak yang berkepentingan. Juga telah di sepakati oleh semua pihak bahwa
seluruh tanah di dalam pagar menjadi bagian dari situs.
2.6.Makam
Seriwa
1.
Lokasi
Situ makam Seriwa terletak di atas sebuah bukit kecil
di dusun Seriwa, Desa Pejanggik. Kecamatan praya, kabupaten Lombok Tengah lebih
kurang 37 km dari Mataram. Bukit tempat
makam berada di sebut juga bukit Sariwa. Terletak di sebelah jalan yang
menghubungkana kota praya (ibukota kabupaten Lombok Tengah) , dengan kota-kota
kecamatan lain di bagian selatan Kabupaten Lombok Timur. Letak makam yang
demikian menyebabkan lokasi tersebut mudah di jangkau dengan segala jenis kendaraan.
2. Tinjauan sejarah dan arkeologi
Oleh masyarakat setempat, makam ini di kenal sebagai
makam Datu pejanggik. System pemakaman di atas bukit merupakan tradisi yang
sudah berlangsung sejak zaman Hindu, hingga setelah masuknya agama Islam.
Tradisi ini di dasari oleh suatu konsepsi pemikiran bahwa pada tempat-tempat
yang tinggi (seperti di puncak bukit) adalah tempat yang suci, dan disitulah
tempat bersemayam roh nenek moyang dan para dewa. Dengan memekamkan seorang
tokoh pada “tempat yang tinggi” juga dapat di artikan sebagai suatu bentuk
kehormatan dari yang masih hidup kepada yang sudah meninggal (nenek moyang).
Di Lombok terdapat beberapa buah makam kuna yang
terletak di atas bukit, seperti :
-
Makam
Wali Nyatoq, dekat desa Rembitan, kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.
-
Makam
Batu Layar, wilayah Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat.
-
Makam
Buaq Bakang, di desa Perigi, Kecamatan Pringganbaya, Lombok Timur.
Di atas bukit Seriwa, terdapat tiga deretan makam,
berjajar arah timur-barat. Makam-makam utama terletak pada deretan paling utara
atau deret ke tiga dari seletan, yang sebenarnya tepat berada di tengah-tengah
(puncak) bukit. Pada ujung barat deretan ini terdapat sebuah makam yang diberi
cungkup. Makam inilah yang paling dikeramatkan. Inilah yang oleh masyarakat
setempat dikenal sebagai makam Datu Pejanggik, yaitu Pemban Aji.
Pejaggik adalah satu di antara “kerajaan” yang di
anggap tua di Lombok. Saying, sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan
menurut disiplin ilmu sejarah tentang hal ini sangat kurang,sehingga kapan
kerajaan pejanggik ini muncul belum dapat di tentukan. Satu-satunya sumber yang
ada hanyalah sumber lokal, sebagaimana babad yang kita ketahui, sumber-sumber
yang demikian yang mengandung banyak kelemahan bila hendak digunakan sebagai
rekonsrtuksi sejarah.
Menurut parah ahli, “kerajaan-kerajaan” kecil seperti
Pejanggik ini banyak jumlahnya di Lombok. Masing-masing di pimpin oleh seorang
yang bergelar “datu”. Di dalam lontar “babad selaparang” disebutkan bahwa salah
seorang “datu” pejanggik bernama Prabu Dewa Kusuma, sedangkan sumber lain
menyebutkan nama Dewa Mas Panji. Apakah tokoh-tokoh ini yang di makamkan di
makam Seriwa ini, belum jelas sumber-sumber lokal menyebutkan bahwa raja-raja
pejanggik ini memekai gelar “datu”,”raja” ,”Pemban Aji”, dan sebagainya.
Gelar-gelar semacam ini sering dihubungkan dengab kedudukan “raja”, dan lebih
banyak mencerminkan unsur lokanya.
3. Pemugaran
Kompleks makam Seriwa telah di pugar oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan dengan dana proyek pemugaran dan pemeliharaan
Peninggalan Sejarah dan Purbakala Nusa Tenggara Barat tahun anggaran 1981/1982.
Pemugaran dilaksanakan secara swakelola oleh Bidang Permusiuman, serajarah dan
Kepurbakalaan Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Sesuai dengan prinsip-prinsip pemugaran,diusahakan
secara maksimal untuk mengembalikan sesuai dengan aslinya,walaupun bukan dalam
arti mutlak.Perubahan yang dilakukan “terbatas” pada hal-hal yang sifatnya
”terpaksa”,demi untuk membuat bangunan itu bertahan lebih lama,misalnya,bila
pada fondasi yang asli batu-batu itu
hanya disusun dengan bahan perekat tanah,maka dalam pemugarannya digunakan
“Portland cement” (PC).Tetapi,batu yang dipasang adalah batu yang semula yang
ada disitu (asli).Pada beberapa bagian,batu yang hilang diganti dengan batu
yang baru,namun sejenis.
Sebagai upaya penataan lingkungan,dibuatlah jalan
setapak,pagar keliling dengan pagar kawat berduri,dan pintu masuk.Untuk
kepentingan pemeliharaan dan perawatan selanjutnya,juga dibuatkan sebuah rumah
jaga,sebagai tempat tinggal juru pelihara.
DAFTAR PUSTAKA
Buku,proyek
pemugaraan dan pemeliharaan peninggalan sejarah
dan
purbakalaNTB
sejarah
daerah Nusa Tenggara Barat,depdikbud,1988
data
PKL 2011 oleh semester 1 angkatan tahun 2011/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar