MAKALAH
(SEJARAH PENDIDIKAN)
“POLITIK PENDIDIKAN PADA MASA KOLONIAL”
DISUSUN OLEH :
NIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM (UMM)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN (FKIP)
2012/ 2013
ii
KATA PENGANTAR
Tidak ada frase yang tepat untuk diucapkan selain puji dan
syukur kehadirat allah SWT yang maha arif dan bijaksana yang telah memberikan
taufik dan hidayahnya serta nikmat yang terhitung kepadanya,sehingga makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan nilai dari pelajaran ini.
Sholawat
serta salam ditunjukan hanya kepada figur yang sempurna yang senantiasa menjadi
panutan dan teladan bagi umat manusia yaitu nabi besar Muhammad SAW,yang telah
mengubah kehidupan dunia menjadi islam.Makalah ini dengan judul . “POLITIK PENDIDIKAN PADA MASA KOLONIAL”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman kolonial pemerintah Belanda menyediakan
sekolah yang beraneka ragam bagi orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari sekolah-sekolah ini ialah
tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah itu. Namun lambat laun, dalam
berbagai macam sekolah yang terpisah-pisah itu terbentuklah hubungan-hubungan
sehingga terdapat suatu sistem yang menunjukkan kebulatan. Pendidikan bagi
anak-anak Indonesia semula terbatas pada pendidikan rendah, akan tetapi
kemudian berkembang secara vertical sehingga anak-anak Indonesia, melalui
pendidikan menengah dapat mencapai pendidikan tinggi, sekalipun melalui jalan
yang sulit dan sempit.
Lahirnya suatu sistem pendidikan bukanlah hasil suatu
perencanaan menyeluruh melainkan langkah demi langkah melalui eksperimentasi
dan didorong oleh kebutuhan praktis di bawah pengaruh kondisi sosial, ekonomi,
dan politik di Nederland maupun di Hindia Belanda. Selain itu kejadian-kejadian
di dunia luar, khususnya yang terjadi di Asia, mendorong dipercepatnya
pengembangan sistem pendidikan yang lengkap yang akhirnya, setidaknya dalam
teori, memberikan kesempatan kepada setiap anak desa yang terpencil untuk
memasuki perguruan tinggi. Dalam kenyataan hanya anak-anak yang mendapat
pelajaran di sekolah berorientasi Barat saja yang dapat melanjutkan
pelajarannya, sekalipun hanya terbatas pada segelintir orang saja.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.
Apa alasan orang Belanda mendirikan sekolah bagi
anak-anak Indonesia?
2.
Faktor apa saja yang menyebabkan berlangsungnya politik
etika?
3.
Bagaimana sistem persekolahan pada zaman pemerintahan
Hindia Belanda?
4.
Apa saja ciri umum politik pendidikan Belanda?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
·
Agar mengetahui alasan orang Belanda mendirikan
sekolah bagi anak-anak Indonesia.
·
Agar mengetahui faktor yang menyebabkan
berlangsungnya politik etika.
·
Agar mengetahui sistem persekolahan pada zaman
pemerintahan Hindia Belanda.
·
Agar mengetahui ciri umum politik pendidikan
Belanda.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan selama penjajahan Belanda
Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat
dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde
Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie).
pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi
pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan
komersial.
Zaman VOC
Orang belanda datang ke indonesia bukan untuk menjajah
melainkan untuk berdagang. Mereka di motifasi oleh hasrat untuk mengeruk
keuntungan yang sebesar-besarnya, sekalipun harus mengarungi laut yang
berbahaya sejauh ribuan kilometer dalam kapal layar kecil untuk mengambil
rempah-rempah dari indonesia. Namun pedagang itu merasa perlunya memiliki
tempat yang permanen di daratan dari pada berdagang dari kapal yang berlabuh di
laut. Kantor dagang itu kemudian mereka perkuat dan persenjatai dan menjadi
benteng yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya.
Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis
politik dan teritorial. Setelah peperangan kolonial yang banyak akhirnya
indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan belanda. Namun penguasaan
daerah jajahan ini baru selesai pada permulaan abad ke 20.
Metode kolonialisasi belanda sangat sederhana.
Mereka mempertahankan raja-raja yang berkuasa dan menjalankan pemerintahan
melalui raja-raja itu akan tetapi menuntut monopoli hak berdagang dan
eksploitasi sumber-sumber alam. Adat istiadat dan kebudayaan asli dibiarkan
tanpa perubahan aristokrasi tradisional digunakan oleh belanda untuk memerintah
negri ini dengan cara efisien dan murah. Oleh sebab belanda tidak mencampuri
kehidupan orang Indonesia secara langsung, maka sangat sedikit yang mereka
perbuat untuk pendidikan bangsa. Kecuali usaha menyebarkan agama mereka di
beberapa pulau di bagian timur Indonesia. Kegian pendidikan pertama yang
dilakukan VOC.
Pada permulaan abad ke 16 hampir se abad sebelum
kedatangan belanda, pedagang portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat
rempah-rempah itu di hasilkan. Biasanya mereka didampingi oleh misionaris yang
memasukkan penduduk kedalam agama katolik yang paling berhasil tiantara mereka
adalah Ordo Jesuit di bawah pimpinan Feranciscus Xaverius. Xaverius memandang
pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama. Seminari dibuka di
ternate, kemudian di solor dan pendidikan agama yang lebih tinggi dapat
diperoleh di Goa, India, pusat kekuasaan portugis saat itu. Bahasa portugis
hamper sama populernya dengan bahasa melayu, kedudukan yang tak kunjung di
capai oleh bahasa Belanda dalam waktu 350
tahun penjajahan kekuasaan portugis melemah akibat peperangan denngan raja-raja Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh belanda pada tahun 1605.
Zaman Pemerintahan Belanda Setelah VOC
Setelah VOC dibubarkan, para Gubernur/ komisaris
jendral harus memulai system pendidikan dari dasarnya, karena pendidikan zaman
VOC berakhir dengan kegagalan total. Pemerintahan baru yang diresapi oleh
ide-ide liberal aliran aufklarung atau Enlightenment menaruh kepercayaan akan
pendidikan sebagai alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan social. Pada tahun
1808 Deandels seorang Gubernur Belanda mendapat perintah Raja Lodewijk untuk
meringankan nasib rakyat jelata dan orang-orang pribumi poetra,serta
melenyapkan perdagangan budak. Usaha Deandels tersebut tidak berhasil, bahkan
menambah penderitaan rakyat, karena ia mengadakan dan mewajibkan kerja paksa
(rodi).
Didalam lapangan pendidikan Deandels memerintahkan
kepada Bupati-bupati di Pulau Jawa agar mendirikan sekolah atasa uasaha biaya
sendiri untuk mendidik anak-anak mematuhi adat dan kebiasaan sendiri. Kemidian
Deandels mendirikan sekolah Bidan di Jakarta dan sekolah ronggeng di Cirebon.
Kemudian Pada masa (interregnum inggris) pemerintahan Inggris (1811-1816) tidak
membawa perubahan dalam masalah pendidikan walaupun Sir Stamford Raffles
seorang ahli negara yang cemerlang. Ia lebih memperhatikan perkembanagan ilmu
pengetahuan, sedangkan pengajaran rakyat dibiarkan sama sekali. Ia menulis buku
History of Java.
Setelah ambruknya VOC tahun 1816 pemerintah Belanda
menggantikan kedudukan VOC. Statua Hindia Belanda tahun 1801 dengan
terang-terangan menyatakan bahwa tanah jajahan harus memberikan keuntungan yang
sebesar-besarnya kepada perdagangan dan kepada kekayaan negeri Belanda. Pada
tahun 1842 Markus, menteri jajahan, memberikan perintah agar Gubernur Jendral
berusaha dengan segenap tenaga agar memperbesar keuntungan bagi negerinya.
Walaupuan setiap Gubernur Jendaral pada penobatannya berjanji dengan hidmat
bahwa ia akan memajukan kesejahteraan hindia Belanda dengan segenap usuha
prinsip yang masih dipertahankan pada tahun 1854 ialah bahwa hindia Belanda
sebagai “negeri yang direbut harus terus member keuntungan kepada negeri
belanda sebagai tujuan pendidikan itu. Sekolah pertama bagi anak Belanda dibuka
di Jakarta pada tahun 1817 yang segera diikuti oleh pembukaan sekolah dikota
lain di Jawa. Prinsip yang dijadikan pegangan tercantum distatuta 1818 bahwa
sekolah-sekolah harus dibuka ditiap tempat bila diperlukan oleh penduduk
Belanda dan diizinkan oleh keadaan.
Gubernur Jendral Van der Capellen (1819-1823)
menganjurkan pendidikan rakyat dan pada tahun 1820 kembali regen-regen
diinstruksikan untuk menyediakan sekolah bagi penduduk untk mengajar anak-anak
membaca dan menulis serta mengenal budi peketi yang baik. Anjuran Gubernur
Jendral itu tidak berhasil untuk mengembangkan pendidikan oleh regen yang
aktif.
Tahun 1826 lapangan pendidikan dan pengajaran terganganggu oleh adanyan
usaha-usaha penghematan. Sekolah-sekolah yang ada hanya bagi anak-anak
Indonesia yang memeluk agama Nasrani. Alsannya adalah karena adanya kesulitan
financial yang berat yang dihadapi orang Belanda sebagai akibat perang Diponegoro (1825-1830) yang mahal dan menelan banyak korban seerta peperangan antara Belanda dan Belgia (1830-1839).
Kesulitan keuangan ini menyebabkan raja belanda
untuk meninggalkan prinsip-prinsip liberal dan menerima rencana yang dianjurkan
Van den Bosch, bekas Gubernur di Guyana, jajahan Belanda di Amerika selatan,
untuk memanfaatkan pekerjaan budak menjadi dasar eksploitasi colonial. Ia
membawa ide penggunaan kerja paksa(rodi) sebagai cara yang ampuh untuk
memperoleh cara usaha maksimal, yang kemudian terkenal dengan cultuur stelsel
atau tanam paksa yang memaksa penduduk untuk menghasilkan tanaman yang
diperlukan dipasaran Eropa.
Van den Bosch mengerti, bahwa untuk memperbaiki
stesel pembangunan ekonomi bagi belanda dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang
banyak. Setelah tahun 1848 dikeluarkan peraturan-peraturan yang menunjukan
perintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan
anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan diparlemen Belanda dan
mencerminkan sikap Liberal yang lebih menguntungkan tehadap rakyat Indonesia.
Terbongkarnya penyalahgunaan system tanam paksa merupakan factor dalam perbahan
pandangan. Peraturan pemerintah tahun 1854 mengimtruksikan Gubernur Jendral
untuk mendirikan sekolah dalam tiap kabupaten bagi pendidikan anak pribumi.
Peraturan tahun 1863 mewajibkan Gubernur Jendral untuk mengusahakan terciptanya
situasi yang memungkinkan penduduk bumi putera pada umumnya menikmati
pendidikan.
Sistem tanam paksa dihapuskan tehun 1870 dan
digantikan dengan undang-undang Agraria 1870. Pada tahun itu di Indonesia
timbul masa baru dengan adanya undang-undang Agraria dari De Waal, yang member
kebebasan pada pengusaha-pengusaha pertania partikelir. Usaha-usaha
perekonomian makin maju, masyarakat lebih banyak lagi membutuhkan pegawai.
Sekolah-sekolah yang ada dianggap belum cukup memenuhi kebutuhan. Itulah
sebabnya maka usaha mencetak calon-calon pegawai makin dipergiat lagi. Kini
tugas departemen adalah memelihara sekolah-sekolah yang ada dengan lebih baik
dan mempergiat usaha-usaha perluasan sekolah-sekolah baru.
Pada tahun 1893 timbullah differensiasi pengajaran bumi putera. Hal ini disebabkan:
Hasil sekolah-sekolah bumi putra kurang memuaskan pemerintah colonial. Hal ini terutama sekali desebabkan karena isi rencana pelaksanaannya terlalu padat.
Dikalangan pemerintah mulai timbul perhatian pada rakyat jelata. Mereka insyaf bahwa yang harus mendapat pengjaran itu bukan hanya lapisan atas saja.
Adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai kedua kebutuhan dilapangan pendidikan yaitu lapisan atas dan lapisa bawah.
Untuk mengatur dasar-dasar baru bagi pengajaran bumi putra, keluarlah indisch staatsblad 1893 nomor 125 yang membagi sekolah bumi putra menjadi dua bagian:
a) Sekolah-sekolah kelas I untuk anak-anak priyai dan
kaum terkemuka.
b) Sekolah-sekolah kelas
II untuk rakyat jelata.Perbedaan sekolah kelas I dan kelas II antara lain:
Kelas I
·
Tujuan: memenuhi kebutuhan pegawai pemerintah,
perdagangan dan perusahaan.
·
Lama bersekolah: 5 tahun
·
Mata pelajarannya: membaca, menulis, berhitung,
ilmu bumi, sejarah, pengetahuan alam, menggambar, dan ilmu ukur.
·
Guru-guru: keluaran Kweekschool
·
Bahasa pengantar: Bahasa Daerah/Melayu
Kelas II
1.
Tujuan: Memenuhi kebutuhan pengajaran di kalangan
rakyat umum
2.
Lama bersekolah: 3 tahun
3.
Mata paelajaran: Membaca, menulis dan berhitung.
4.
Guru-guru: persyaratannya longgar
5.
Bahasa pengantar: Bahasa Daerah/Melayu
Pada tahun 1914 sekolah kelas I diubah mejadi HIS (Hollands Inlandse School)
dengan bahasa pengantar bahasa Belanda sedangkan sekolah kelas II tetap atau
disebut juga sekolah vervolg (sekolah sambungan) dan merupakan sekolah lanjutan
dari sekolah desa yang mulai didirikan sejak tahun 1907.B. Politik Etika dan pengajaran
Indonesia yang kaya raya ini di keruk terus menerus oleh penjajah Belanda. Keuntungan mengalir terus ke negeri Belanda. Rakyat Indonesia tetap miskin. Keadaan ini sangat menggelisahkan kaum Importir Belanda yang membawa barang hasil industry dari Eropa ke Indonesia. Mereka tidak dapat menjual barangnya karena daya beli masyarakat sangat rendah, sedangkan industri di negeri Belanda sedang pesat. Mereka menginginkan agar Indonesia yang banyak penduduknya itu menjadi pasar bagi industry Belanda. Sedangkan para eksportir mendapat laba besar dengan membawa barang mentah dari Indonesia. Untuk memenuhi kaum importir tidak ada jalan lain yang harus segera ditempuh selain memperbaiki dan membuat ekonomi rakyat Indonesia yang sudah rusak.
Selain itu pada tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Devender berjudul “Hutang Kehormatan” dalam majalah De Gids. Disitu ia mengemukakan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh Indonesia selama ini hendaknya dibayar kembali dari perbendaharaan Negara. Peristiwa itu dapat dipandang sebagai ekspresi ide yang baru kemudian dikenal dengan politik etika. Van Devender menganjurkan program ini untuk memajukan kesejahteraan rakyat dengan memperbaiki irigasi agar memprodusi pertanian, menganjurkan trasmigrasi dan perbaikan dalam lapangan pendidikan. Ia juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda secara cultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi bangsanya.
Factor lain yang menyebabkan berlangsungnya politik etika ini ialah kebangkitan Nasional dengan berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908, serikat islam partai politik pertama di Indonesia yang didasarkan atas organisai Barat didirikan tahun 1919, adanya volksraad tahun 1918 yang merupakan saluran bagi orang Indonesia untuk menyatakan pendapatnya. Sejak dilaksanakannya politik etika tampak sekali kemajuan dalam pendidikan dengan diperbanyaknya sekolah rendah, sekolah yang berorientasi Barat untuk orang Cina dan Indonesia didirikan .Demikian juga pendidikan dikembangkan secara vertical dengam didirikannya MULO dan AMS yang terbuka bagi anak Indonesia untuk melanjutkan ke tingkat universitas.
BAB III
KESIMPULAN
Alasan orang Belanda mendirikan sekolah bagi anak-anak Indonesia yaitu untuk
mendidik anak Belanda dan Jawa agar menjadi pekerja yang kompeten pada VOC. Dan
pada saat itu belum terdapat pengajaran klasik. Mengajar berdasarkan pengajaran
individual. Murid-murid datang seorang demi seorang ke meja guru dan menerima
bantuan individual. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa melayu dan portugis,
karena bahasa belanda masih dirasakan sulit.Faktor-faktor yang menyebabkan berlangsungnya politik etika
Terbit sebuah artikel oleh Van Devender berjudul “Hutang Kehormatan” dalam majalah De Gids. Disitu ia mengemukakan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh Indonesia selama ini hendaknya dibayar kembali dari perbendaharaan Negara.
Factor lain yang menyebabkan berlangsungnya politik etika ini ialah kebangkitan Nasional dengan berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908,
serikat islam partai politik pertama di Indonesia yang didasarkan atas organisai Barat didirikan tahun 1919,
adanya volksraad tahun 1918 yang merupakan saluran bagi orang Indonesia untuk menyatakan pendapatnya.
Sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, secara umum sistem pendidikan khususnya system persekolahan didasarkan kepada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas) social yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu, diantaranya:
Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs)
Pendidikan lanjutan = Pendidikan Menengah
Pendidikan Kejuruan (vokonderwijs )
Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)
Ciri umum politik pendidikan Belanda
System Dualisme
System Korkondasi
Sentralisasi
Menghmbat gerakan Nasional
Perguruan swasta yang militer
Tidak adanya perencanaan pendidikanyan sistematis
DAFTAR PUSTAKA
http://khairuddinhsb.blog.plasa.com/2008/07/21/pendidikan-di-zaman-belanda/Prof. Dr. S. Nasution, Sejarah Pendidikan Nasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar